
Dari Jakarta Sampai Banjarmasin
Mahmud Jauhari Ali
BANJARMASIN POST
Sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat suku Betawi merayakan hari ulang tahun kota Jakarta setiap tahun pada tanggal 22 Juni. Jakarta yang dahulunya hutan asli telah menjadi “hutan” beton. Segala kemodernan tersedia di Daerah Khusus Ibukota kita itu. Sekolah, rumah sakit, bandar udara, pelabuhan, dan fasilitas lainnya lengkap di sana. Akan tetapi, di saat Jakarta menjadi kota yang modern dengan segala perubahannya, ada satu hal yang tidak pernah ditinggalkan oleh orang-orang suku Betawi. Bahkan satu hal tersebut menjadi sesuatu yang dipakai oleh orang-orang dari suku lain di dalam wilayah negara Indonesia hingga sekarang. Apakah satu hal itu? Satu hal itu adalah bahasa Betawi yang saat ini menjadi bahasa perantara yang disebut bahasa gaul bagi sebagian besar anak kecil, remaja, dan orang-orang dewasa di negara Indonesia. Pemakaian bahasa Betawi sebagai bahasa daerah orang-orang dari suku betawi sangat luas hingga di daerah Kalimantan Selatan. Banyak anak remaja yang masih mengenakan pakaian seragam sekolah di Banjarmasin dengan bangga menggunakan bahasa Betawi. Mereka menggunakan bahasa Betawi di luar jam pelajaran. Padahal di Kalimantan Selatan termasuk Banjarmasin memiliki bahasa daerah sendiri, yakni bahasa Banjar. Seharusnya bahasa yang digunakan di luar jam pelajaran sekolah adalah bahasa Banjar, bukannya bahasa Betawi.
Sebenarnya penggunaan bahasa Betawi tidak perlu dipakai dalam komunikasi di kota Banjarmasin. Mengapa demikian? Karena, kita memiliki bahasa daerah sendiri, yakni bahasa Banjar. Bahasa Banjar dan Bahasa Betawi memiliki kedudukan yang sama sebagai bahasa daerah. Dalam penjelasan pasal 36 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Bahasa negara ialah bahasa Indonesia”, tercantum dengan tegas, “Di daerah-daerah yang memunyai bahasa sendiri yang dipelihara oleh rakyatnya dengan baik-baik, bahasa-bahasa itu akan dihormati dan dipelihara juga oleh negara” dan “Bahasa-bahasa itu pun merupakan sebagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup.”
Dengan berbahasa daerah, kita sudah ikut melestarikan bahasa daerah yang menjadi pemerkaya bahasa nasional dan sekaligus pemerkaya bangsa Indonesia. Sebagai masyarakat Banjar, kita harus menjunjung tinggi bahasa daerah kita. Kita jangan berpikiran bahwa bahasa Banjar lebih bersifat tradisional dan kuno daripada bahasa Betawi. Jangan karena kota Jakarta lebih maju daripada kota Banjamasin, kita lebih memilih menggunakan bahasa Betawi daripada memilih bahasa Banjar. Kita harus tampil percaya diri menggunakan bahasa Banjar di kota Banjarmasin dan kota-kota lainnya di Kalimantan Selatan selama situasinya nonformal. Di pusat perbelanjaan seperti Duta Mall kita pakai saja bahasa Banjar karena tempat itu berada di kota Banjarmasin dan situasinya tidak resmi. Kita jangan merasa minder menggunakan bahasa Banjar di tempat keramaian dalam wilayah Provinsi Kalsel!
Bahasa Banjar harus kita pertahankan dan kita kembangkan sebagai bagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup sebagaimama yang tercantum dalam penjelasan pasal 36 UUD 1945 tersebut di atas. Artinya selain negara ikut memelihara bahasa Banjar sebagai salah satu bahasa daerah, kita juga harus berpartisipasi aktif mempertahankan kelestarian bahasa Banjar di Provinsi Kalimantan Selatan. Bentuk nyata pemertahanan kelestarian bahasa Banjar adalah dengan tetap konsisten menggunakan bahasa Banjar di wilayah Kalimantan Selatan dalam situasi nonformal. Usaha pemertahanan kelestarian bahasa Banjar ini juga merupakan bentuk nyata bahwa kita mencintai daerah kita sendiri. Kalau bukan kita yang berusaha mempertahankannya, lalu siapa lagi?
Mahmud Jauhari Ali
BANJARMASIN POST
Sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat suku Betawi merayakan hari ulang tahun kota Jakarta setiap tahun pada tanggal 22 Juni. Jakarta yang dahulunya hutan asli telah menjadi “hutan” beton. Segala kemodernan tersedia di Daerah Khusus Ibukota kita itu. Sekolah, rumah sakit, bandar udara, pelabuhan, dan fasilitas lainnya lengkap di sana. Akan tetapi, di saat Jakarta menjadi kota yang modern dengan segala perubahannya, ada satu hal yang tidak pernah ditinggalkan oleh orang-orang suku Betawi. Bahkan satu hal tersebut menjadi sesuatu yang dipakai oleh orang-orang dari suku lain di dalam wilayah negara Indonesia hingga sekarang. Apakah satu hal itu? Satu hal itu adalah bahasa Betawi yang saat ini menjadi bahasa perantara yang disebut bahasa gaul bagi sebagian besar anak kecil, remaja, dan orang-orang dewasa di negara Indonesia. Pemakaian bahasa Betawi sebagai bahasa daerah orang-orang dari suku betawi sangat luas hingga di daerah Kalimantan Selatan. Banyak anak remaja yang masih mengenakan pakaian seragam sekolah di Banjarmasin dengan bangga menggunakan bahasa Betawi. Mereka menggunakan bahasa Betawi di luar jam pelajaran. Padahal di Kalimantan Selatan termasuk Banjarmasin memiliki bahasa daerah sendiri, yakni bahasa Banjar. Seharusnya bahasa yang digunakan di luar jam pelajaran sekolah adalah bahasa Banjar, bukannya bahasa Betawi.
Sebenarnya penggunaan bahasa Betawi tidak perlu dipakai dalam komunikasi di kota Banjarmasin. Mengapa demikian? Karena, kita memiliki bahasa daerah sendiri, yakni bahasa Banjar. Bahasa Banjar dan Bahasa Betawi memiliki kedudukan yang sama sebagai bahasa daerah. Dalam penjelasan pasal 36 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Bahasa negara ialah bahasa Indonesia”, tercantum dengan tegas, “Di daerah-daerah yang memunyai bahasa sendiri yang dipelihara oleh rakyatnya dengan baik-baik, bahasa-bahasa itu akan dihormati dan dipelihara juga oleh negara” dan “Bahasa-bahasa itu pun merupakan sebagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup.”
Dengan berbahasa daerah, kita sudah ikut melestarikan bahasa daerah yang menjadi pemerkaya bahasa nasional dan sekaligus pemerkaya bangsa Indonesia. Sebagai masyarakat Banjar, kita harus menjunjung tinggi bahasa daerah kita. Kita jangan berpikiran bahwa bahasa Banjar lebih bersifat tradisional dan kuno daripada bahasa Betawi. Jangan karena kota Jakarta lebih maju daripada kota Banjamasin, kita lebih memilih menggunakan bahasa Betawi daripada memilih bahasa Banjar. Kita harus tampil percaya diri menggunakan bahasa Banjar di kota Banjarmasin dan kota-kota lainnya di Kalimantan Selatan selama situasinya nonformal. Di pusat perbelanjaan seperti Duta Mall kita pakai saja bahasa Banjar karena tempat itu berada di kota Banjarmasin dan situasinya tidak resmi. Kita jangan merasa minder menggunakan bahasa Banjar di tempat keramaian dalam wilayah Provinsi Kalsel!
Bahasa Banjar harus kita pertahankan dan kita kembangkan sebagai bagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup sebagaimama yang tercantum dalam penjelasan pasal 36 UUD 1945 tersebut di atas. Artinya selain negara ikut memelihara bahasa Banjar sebagai salah satu bahasa daerah, kita juga harus berpartisipasi aktif mempertahankan kelestarian bahasa Banjar di Provinsi Kalimantan Selatan. Bentuk nyata pemertahanan kelestarian bahasa Banjar adalah dengan tetap konsisten menggunakan bahasa Banjar di wilayah Kalimantan Selatan dalam situasi nonformal. Usaha pemertahanan kelestarian bahasa Banjar ini juga merupakan bentuk nyata bahwa kita mencintai daerah kita sendiri. Kalau bukan kita yang berusaha mempertahankannya, lalu siapa lagi?
No comments:
Post a Comment