Saturday, January 5, 2008

ARTIKEL 2 MAHMUD JAUHARI ALI


Menggagas Siaran Bahasa Indonesia di TVRI Kalsel

Mahmud Jauhari Ali
BANJARMASIN POST

“Kami, putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”, demikianlah bunyi alenia ketiga sumpah pemuda yang telah dirumuskan oleh para pemuda yang kemudian menjadi pendiri bangsa dan negara Indonesia. Bunyi alenia ketiga dalam ikrar sumpah pemuda itu jelas bahwa yang menjadi bahasa persatuan bangsa Indonesia adalah bahasa Indonesia. Kita sebagai bagian bangsa Indonesia sudah selayaknya menjunjung tinggi bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar, berarti kita telah menjunjung tinggi bahasa persatuan seperti yang diikrarkan dalam sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Akan tetapi, dengan menjunjung tinggi bahasa Indonesia, tidak berarti kita melupakan bahasa daerah kita masing-masing. Kita tidak harus berbahasa Indonesia secara terus-menerus sepanjang hayat kita. Dalam berbahasa Indonesia, kita harus memperhatikan golongan penutur dan jenis pemakaiannya. Ketika kita berada dalam situasi formal, seperti seminar kebahasaan, kita menggunakan bahasa Indonesia secara benar (bahasa Indonesia baku). Akan tetapi, jika kita berada di rumah atau di warung kopi yang orang-orangnya satu suku bangsa dengan kita, maka kita gunakan bahasa daerah kita. Penggunaan bahasa daerah merupakan usaha untuk mempertahankan bahasa daerah di tengah arus budaya modern.
Kita lebih baik baik berbahasa daerah daripada berbahasa Indonesia kebetawi-betawian dalam situasi yang tidak resmi. Mengapa demikian? Karena dengan berbahasa daerah, kita sudah melestarikan bahasa daerah yang menjadi pemerkaya bahasa nasional dan sekaligus pemerkaya bangsa Indonesia. Sebaliknya, jika kita menggunakan bahasa Indonesia yang kebetawi-betawian, kita tidak mencintai dan tidak melestarikan bahasa daerah sendiri. Kebiasaan menggunakan bahasa Indonesia kebetawi-betawian akan membuat kita menggunakan sebagian kata bahasa Betawi dalam pemakaian bahasa Indonesia baku. Dengan kata lain telah terjadi interferensi (pengacauan) bahasa Betawi ke dalam pemakaian bahasa Indonesia baku. Kata yang sering muncul dari bahasa Betawi dalam pemakaian bahasa Indonesia baku adalah, seperti kata nggak (bahasa Betawi) yang seharusnya kata tidak (bahasa Indonesia). Hal ini harus kita hindari sejauh mungkin dalam kehidupan kita.
Dalam penjelasan pasal 36 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Bahasa negara ialah bahasa Indonesia”, tercantum dengan tegas, “Di daerah-daerah yang memunyai bahasa sendiri yang dipelihara oleh rakyatnya dengan baik-baik, bahasa-bahasa itu akan dihormati dan dipelihara juga oleh negara” dan “Bahasa-bahasa itu pun merupakan sebagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup”
Jelas bahwa kita sebagai bagian bangsa Indonesia sepatutnyalah menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa daerah secara baik dan benar. Artinya, kita menggunakan bahasa Indonesia dalam situasi formal atau dengan penutur yang tidak menguasai bahasa daerah kita dengan kaidah kebahasaan yang dibakukan, serta kita menggunakan bahasa daerah dalam situasi nonformal dengan orang-orang yang menguasai bahasa daerah kita secara benar menurut kaidah kebahasaan yang beraku di daerah kita masing-masing.
Bagaimana kita bisa menggunakan bahasa Indonesia secara benar? Banyak cara yang dapat kita lakukan agar kita menguasai bahasa Indonesia baku sehingga kita bisa berbahasa Indonesia secara benar. Cara-cara itu dapat kita kelompokkan menjadi dua, yakni melalui pendidikan formal (di sekolah dan perguruan tinggi), dan melalui kegiatan di luar pendidikan formal. Pembelajaran bahasa Indonesia melalui pendidikan formal di sekolah dan di perguruan tinggi harus ditambah dengan kegiatan di luar pendidikan formal. Kegiatan di luar pendidikan formal, misalnya membaca buku-buku kebahasaan bahasa Indonesia seperti buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia karangan Hasan Alwi, dkk terbitan Balai Pustaka, mencermati lema beserta deskripsi maknanya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia oleh Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, praktik-praktik berbahasa Indonesia dengan teman di rumah, dan juga menyimak sekaligus mengikuti tanya jawab dalam siaran Bahasa Indonesia di radio atau di televisi.
Cara-cara di atas bukanlah bersifat pilihan, melainkan kita lakukan semuanya agar kita dapat menguasai penggunaan bahasa Indonesia baku. Di daerah Provinsi Kalimantan Selatan sudah banyak berdiri sekolah dan perguruan tinggi, buku-buku kebahasaan bahasa Indonesia dan Kamus Besar Bahasa Indonesia juga banyak beredar di pasaran, dan siaran rekaman bahasa Indonesia di radio juga sudah ada. Akan tetapi untuk siaran langsung yang interaktif antara penyaji materi bahasa Indonesia dan masyarakat Kalimantan Selatan dalam acara siaran bahasa Indonesia di RRI belum ada, bahkan di TVRI Kalsel belum ada siaran bahasa Indonesia yang rekaman sekalipun. Padahal hal ini sangat menunjang penguasaan bahasa Indonesia bagi masyarakat Kalimantan Selatan.
Memang di TVRI nasional sudah ada acara BINAR (Berbahasa Indonesia yang Benar), tetapi sangat perlu juga di TVRI Kalsel ada tayangan siaran bahasa Indonesia. Selain menambah waktu siaran kebahasaan di TVRI nasional sehingga masyarakat Kalimantan Selatan lebih banyak memiliki kesempatan menyimak dan bertanya-jawab berkenaan bahasa Indonesia baku, dengan adanya siaran bahasa Indonesia di TVRI Kalsel, masyarakat Kalsel akan merasa memiliki siaran tersebut karena ada di TVRI Kalsel (TVRI orang Banua). Hal ini akan menambah semangat menyimak dan bertanya-jawab berkenaan bahasa Indonesia masyarakat Kalimantan Selatan di TVRI Kalsel. Di samping itu, adanya siaran bahasa Indonesia di TVRI Kalsel menjadi bukti nyata yang dapat dilihat oleh masyarakat luar bahwa orang Banjar mencintai dan menjunjung tinggi bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
Dalam siaran bahasa Indonesia di TVRI Kalsel harus ada unsur hiburan seperti berbalas pantun dengan bahasa Indonesia, Mamanda (teater tradisi Banjar) yang ditayangkan secara bersambung dengan dialog berbahasa Indonesia, dan sebagainya yang dapat menarik minat masyarakat Kalimantan Selatan. Waktu penayangannya diharapkan minimal berdurasi enam puluh menit dan ditayangkan paling sedikit dua kali dalam seminggu. Menurut saya pribadi, siaran bahasa Indonesia di TVRI Kalsel sangat bagus jika menjadi sebuah kenyataan dan seharusnya menjadi kenyataan sebagai wujud nyata kita menjunjung tinggi bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan tanpa melupakan bahasa daerah kita (bahasa Banjar). Bagaimana menurut Anda?

No comments:

Post a Comment