Wednesday, August 6, 2008

_________________________________________________________________
BERANDA :: ALAMAT :: POS-EL :: TELEPON :: BUKU TAMU
________________________________________________

ARTIKEL 15 MAHMUD JAUHARI ALI


GCBI: Bagaimana Efek dan Apa Kelanjutannya?

Mahmud Jauhari Ali

RADAR BANJARMASIN


Tepat tanggal 10 Oktober 2008 Balai Bahasa Banjarmasin menyelenggarakan sebuah kegiatan di kota Banjarmasin. Kegiatan ini adalah yang ketiga kalinya diselenggarakan instansi ini. Tempat penyelenggaraannya pun sama, Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan. Sejak tahun 2006 secara berturut-turut setiap tahunnya hingga tahun ini kegiatan yang bernama Gerakan Cinta Bahasa Indonesia (GCBI) hadir secara langsung di hadapan masyarakat. Balai Bahasa Banjarmasin menyelenggarakan kegiatan ini dengan maksud agar masyarakat Kalimantan Selatan mencintai bahasa Indonesia. Dengan kecintaan tersebut, diharapkan masyarakat Kalimantan Selatan menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar. Dalam kegiatannya, panitia penyelengara membagikan stiker berisi ajakan untuk mencintai bahasa Indonesia kepada masyarakat.

Pertanyaannya kita sekarang adalah, sudahkah Balai Bahasa Banjarmasin dengan gerakan ini berhasil menyadarkan masyarakat Kalimantan Selatan terhadap penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar sebagai indikator tertanamnya cinta masyarakat kepada bahasa Indonesia? Dalam tulisan ini saya tidak akan menjawab pertanyaan tersebut di atas. Akan tetapi, saya mengatakan masih ada orang-orang dari masyarakat Kalimantan Selatan menggunakan bahasa yang bukan bahasa Indonesia di masyarakat. Bahasa yang saya maksud di sini adalah bahasa asing dan bahasa gaul. Saya minta maaf tidak dapat menyebutkan contohnya karena ini sudah menyangkut harga diri pihak tertentu! Anda dapat mencoba menemukan contohnya sendiri di masyarakat Kalimantan Selatan.

Seharusnya bahasa Indonesia lah yang mereka gunakan karena situasinya menuntut penggunaan bahasa Indonesia. Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa penggunaan bahasa asing dan bahasa gaul di wilayah penggunaan bahasa Indonesia merupakan sikap yang tidak mencerminkan kecintaan kepada bahasa Indonesia. Sekarang pertanyaannya berbeda, dengan adanya kasus penggunaan bahasa asing dan bahasa gaul oleh sebagian masyarakat Kalimantan Selatan tersebut, siapakah yang berani mengatakan bahwa Balai Bahasa Banjarmasin dengan GCBI telah berhasil menumbuhkembangkan kecintaan masyarakat Kalsel terhadap bahasa Indonesia?

Saya ingatkan bahwa dalam usaha menumbuhkembangkan kecintaan masyarakat terhadap bahasa Indonesia, kita tidak boleh berfokus pada ajakan semata. Akan tetapi, harus berfokus pada penyadaran masyarakat tentang pentingnya menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar. Kesadaran inilah yang membuat masyarakat Kalimantan Selatan menggunakan bahasa Indonesia sebagaimana yang kita harapkan. Dengan seringnya masyarakat Kalimantan Selatan menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar, mereka pun akan mencintai bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, bahasa persatuan, dan bahasa pengantar pendidikan. Jadi, yang terpenting adalah, kita tumbuhkembangkan terlebih dahulu kesadaran masyarakat Kalimantan Selatan terhadap petingnya menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar sehingga dapat menumbuhkembangkan kecintaan mereka kepada bahasa Indonesia. Lalu bagaimana kita dapat menumbuhkembangkan kesadaran itu? Jawabannya tentu bukanlah sekadar kata-kata ajakan di stiker yang diberikan kepada masyarakat Kalimantan Selatan satu kali dalam setahun.

Dalam hal ini saya tidak menyalahkan Balai Bahasa Banjarmasin dalam hal usaha menumbuhkembangkan kecintaan masyarakat Kalimantan Selatan kepada bahasa Indonesia dengan GCBI. Gerakan Cinta Bahasa Indonesia dengan kegiatannya tersebut sebenarnya sudah baik, tetapi masih kurang benar. Mengapa demikian? Karena GCBI bersifat instan sehingga efeknya hanya kecil mengena pada diri masyarakat Kalimantan Selatan. Padahal dalam menumbuhkembangkan perasaan cinta masyarakat Kalimantan Selatan kepada bahasa Indonesia membutuhkan proses yang berkelanjutan. Dalam hal ini saya menyarankan beberapa hal yang harus dilakukan oleh Balai Bahasa Banjarmasin berkenaan dengan usaha yang berkaitan dengan cinta yang satu ini.

Pertama, alangkah baiknya jika selain stiker, pihak penyelenggara GCBI juga membagikan buku saku berisi penjelasan tentang pentingnya bahasa Indonesia secara singkat dan padat isi. Dengan demikian, masyarakat tidak hanya diajak mencintai bahasa Indonesia, tetapi lebih daripada itu. Masyarakat akan mengerti dan sadar bahwa dengan bahasa Indonesia, kita dapat memperoleh beragam pengetahuan dari para guru, dosen, atau para penulis yang memberikan pengetahuan lewat bahasa Indonesia. Secara sadar kita tidak dapat memungkiri kenyataan bahwa selama ini kita dapat memperoleh banyak pengetahuan melalui bahasa Indonesia sebagai media pentrasfer pengetahuan dari para guru, dosen, atau penulis kepada kita. Perhatikan saja buku-buku teks dari TK hingga perguruan tinggi banyak yang berbahasa Indonesia.

Selain itu, dengan adanya penjelasan dalam buku yang dibagikan itu, masyarakat mengerti dan sadar bahwa kita sulit berkomunikasi dengan orang-orang yang tidak menguasai bahasa daerah kita tanpa adanya bahasa Indonesia. Dengan adanya bahasa Indonesia, kita dapat dengan mudah berkomunikasi dengan saudara-saudara kita di seluruh nusantara. Hal ini menjadi bukti bahwa bahasa Indonesia merupakan nikmat dari Tuhan YME untuk manusia Indonesia agar kita dapat saling berkomunikasi secara luas.

Dengan adanya penjelasan dalam buku tersebut, masyarakat Kalimantan Selatan mengerti dan sadar bahwa dengan bahasa Indonesia, kita dapat merekatkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Dengan penjelasan ini, kita menganggukkan kepala bahwa bahasa Indonesia merupakan bukti kesamaan seluruh rakyat Indonesia, yakni berbahasa satu bahasa Indonesia di atas keberagaman yang ada.

Kedua, Balai Bahasa Banjarmasin harus menindaklanjuti Gerakan Cinta Bahasa Indonesia ini dalam bentuk kegiatan nyata di hadapan masyarakat. Maksud saya dengan tindak lanjut ini tentunya bukan berupa kegiatan mambagikan stiker kembali. Akan tetapi, GCBI seharusnya dilakukan satu minggu sekali dalam bentuk bakti sosial di masyarakat. Balai Bahasa Banjarmasin dapat menyelenggarakan kerja bakti, seperti membersihkan sampah di lingkungan penduduk dengan memakai kaos bertajuk bahasa Indonesia. Di sela-sela kerja bakti itu, Balai Bahasa Banjarmasin dapat memberikan penjelasan dengan suasana santai kepada masyarakat tentang pentingnya bahasa Indonesia guna menumbuhkembangkan kecintaan masyarakat kepada bahasa Indonesia.

Ketiga, Balai Bahasa Banjarmasin dapat menerbitkan buletin mini yang berjumlah dua atau empat halaman. Buletin ini berisis dua hal, yakni artikel kebahasan dan berita terkini seputar perkembangan bahasa Indonesia di Kalimantan Selatan dan Indonesia. Penerbitannya dapat satu bulan sekali dan dibagikan kepada masyarakat secara cuma-cuma. Hal ini merupakan bagian dari Gerakan Cinta Bahasa Indonesia pada proses lanjut untuk menumbuhkembangkan kecintaan masyarakat Kalimantan Selatan kepada bahasa Indonesia.

Keempat, sebagai tindaklanjut dari Gerakan Cinta Bahasa Indonesia ini, pihak Balai Bahasa Banjarmasin dapat memanfaatkan surat-surat kabar yang ada di Kalimantan Selatan untuk memasyarakatkan pentingnya bahasa Indonesia di tengah-tengah masyarakat Kalimantan Selatan. Pihak Balai Bahasa Banjarmasin dapat memanfaatkan kolom opini untuk memasyarakatkan pentingnya bahasa Indonesia kepada masyarakat Kalimantan Selatan. Hal ini sangat bermanfat dalam usaha menumbuhkembangkan kecintaan masyarakat Kalimantan Selatan kepada bahasa Indonesia.

Kelima, sebaiknya Balai Bahasa Banjarmasin menyelenggarakan Gerakan Cinta Bahasa Indonesia di semua kota yang ada di Kalimantan Selatan. Maksudnya kegiatan ini jangan hanya diselengarkan di wilayah Banjarmasin. Mengapa demikian? Karena, masyarakat Kalimantan Selatan tidak hanya berdomisili di kota Banjarmasin. Ini artinya Gerakan Cinta Bahasa Indonesia memang sebaiknya diselenggarakan di seluruh kota dalam wilayah Kalimantan Selatan.

Tidak dapat kita pungkiri bahwa GCBI yang secara berturut-turut diselenggarakan mulai 2006—2008 efeknya masih kecil dan perlu kelanjutan yang serius. Berdasarkan penjelasan di atas tadi, kecilnya efek yang ditimbulkan oleh GCBI bagi masyarakat Kalsel kerena selama ini kegiatan dalam GCBI sebatas ajakan dan bukan penyadaran. Kelanjutan yang harus dilakukan oleh Balai Bahasa Banjarmasin berkenaan dengan GCBI ini harus berkaitan dengan upaya menyadarkan masyarakat Kalimantan Selatan tentang pentingnya menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar. Upaya-upaya itu seperti pembagian buku saku dan buletin mini berisi tentang dunia kebahasaan kepada masyarakat Kalimantan Selatan. Dengan kelanjutan yang demikian dan dengan pertolongan Tuhan YME, GCBI dapat menimbulkan efek yang besar guna menyadarkan masyarakat Kalimantan Selatan dalam menggunakan bahasa Indonesia. Untuk mempertahankan dan meningkatkan kecintaan masyarakat Kalsel, GCBI seharuanya dilanjutkan terus dari tahun ke tahun. Bagaimana menurut Anda?



2 comments:

  1. salam hangat...
    saya juga mengkhawatirkan fenomena itu, sama seperti anda.Kita lihat saja, bahasa Indonesia versus bahasa gaul, siapa yang akan unggul? Kalau sampai bahasa gaul yang unggul dari tahun ke tahun, maka jangan heran kalau dalam 5 tahun mendatang akan langka mendapatkan orang yang bisa menulis dan berbicara dengan bahasa Indonesia yang benar dan baik, sehingga kursus tata bahasa bahasa Indonesia bisa menjadi suatu lahan bisnis dimasa mendatang. Jangan jangan yang mengajar nantinya kebanyakan orang Malaysia, hehe...

    ReplyDelete
  2. apalah jimmy, asuklah

    ReplyDelete