Friday, January 25, 2008

ARTIKEL 12 MAHMUD JAUHARI ALI


Bahasa Indonesia dan Gizi Rakyat
(Sebuah Renungan Hari Gizi, 25 Januari 2008)



Mahmud Jauhari Ali

Banjarmasin Post




Indonesia adalah negara yang kaya dengan rempah-rempah. Salah satu penyebab negara-negara lain datang dan menjajah bangsa kita pada masa lalu pun adalah Indonesia kaya rempah-rempah. Bukan hanya itu, Indonesia juga kaya dengan bahan tambang dan yang lainnya. Dengan kenyataan seperti itu seharusnya bangsa kita adalah bangsa yang kaya dan maju. Akan tetapi, pada kenyataannya masih banyak rakyat Indonesia yang berada dalam kemiskinan. Hal ini tentu berdampak pada rendahnya gizi sebagian rakyat Indonesia. Masih ada sebagian rakyat Indonesia yang mengonsumsi nasi aking (nasi daur ulang) sebagai pengganti nasi standar. Bahkan, masih ada sebagian rakyat Indonesia yang menyandang predikat penderita gizi buruk. Padahal gizi rakyat sangat berpengaruh terhadap mutu sumber daya manusia Indonesia. Artinya, gizi merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang bermutu. Rakyat Indonesia dapat dikatakan sebagai sumber daya manusia yang bermutu jika rakyat Indonesia mampu dalam hal-hal utama yang harus dikuasai kita termasuk mampu berbahasa Indonesia secara baik dan benar. Dengan semakin banyak rakyat Indonesia mampu berbahasa Indonesia secara baik dan benar, bahasa Indonesia pun menjadi lebih maju dari segi jumlah pemakainya dengan penggunaannya yang tepat.
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”, demikian bunyi ayat ketiga dalam pasal 33 UUD 1945. Sebagai negara yang berdasarkan UUD 1945, pemerintah Indonesia sudah selayaknya mengaplikasikan ayat 33 tersebut secara serius. Kemakmuran rakyat harus diutamakan oleh pemerintah sehingga gizi rakyat pun akan tinggi. Dengan demikian memungkinkan semua rakyat Indonesia menjadi sumber daya manusia yang unggul. Sumber daya manusia yang unggul tentunya juga mampu menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar. Bukan hanya dalam batang tubuh UUD 1945 masalah kemakmuran rakyat disebutkan, tetapi dalam alenia kedua pembukaan UUD 1945 juga disebutkan hal itu, yakni, “…mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.”
Masalah kemakmuran yang dalam hal ini termasuk masalah gizi rakyat harus sangat diperhatikan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah di masing-masing daerah di Indonesia. Jika negara Indonesia ingin dikatakan sebagai negara yang bersumber daya manusia yang unggul, pemerintah harus segera mengentaskan kemiskinan di negara ini secara maksimal. Mengapa demikian? Karena dengan keadaan sebagian rakyat Indonesia yang masih miskin dan kurang gizi, sulit bagi mereka untuk meningkatkan mutu dalam berbagai hal termasuk dalam hal berbahasa Indoensia dalam diri mereka masing-masing. Waktu yang seharusnya mereka gunakan untuk belajar berbahasa Indonesia tersita untuk bekerja mengais rezeki di berbagai tempat seperti di jalanan dengan cara megemis atau mengamen.
Pemerintah dalam hal ini harus mampu menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi mereka sehingga anak-anak mereka tidak terlantar dalam pendidikan. Kemakmuran rakyat harus diutamakan pemerintah. Memang benar bahwa kita rela bekorban demi bangsa dan negara, tetapi tidak ada artinya jika sebagian rakyatnya masih dalam keadan miskin dan kurang gizi. Bagaimana mungkin seluruh rakyat dapat berkorban demi bangsa dan negara jika sebagian rakyat tidak mampu memberikan sumbangan terhadap bangsa dan negara karena dalam keadaan miskin dan kurang gizi? Jadi, harus ada timbal-balik yang baik antara rakyat dan pemerintah. Sebagai simpulan dari tulisan saya ini, masalah gizi rakyat harus segera diatasi pemerintah jika ingin Indonesia menjadi sebuah bangsa yang maju dengan sumber daya manusia bermutu termasuk bermutu dalam menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar.






No comments:

Post a Comment